Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2015

PELAYAN PENGHUNI RAHIM

  Ibu Ibu sayang kepadaku Ibu selalu membelikan mainan Ibu itu cantik, seperti bidadari Ibu itu baik, seperti ibu peri Ibu sayang semuanya, ayah dan kakak Ibu sangat pintar, Ibu selalu membantuku mengerjakan PR (Buku catatan Heri Supriyadi, kelas 3 SD Jatiroyo, 2002) ***** Entah malaikat mana yang mengantarkan secarik buku ini ke hadapanku. Entah mimpi apa aku semalam hingga kudapatkan suatu hal yang membuatku tercengang. Ya, entah nyata atau mimpi, hingga aku menemukan secarik kertas di antara tengah buku anakku, anak keduaku yang membuatku kembali tersadar akan sisi baikku sebagai seorang wanita.             Bukan, bukan! Aku bukan seorang wanita! Aku seorang durjana yang haus akan kegelapan. Aku Dasamuka! Lalu? Apakah aku seorang ibu? Tidak! Sebutan itu tak layak untukku! Aku wanita hiburan, aku tersesat.             Berkali-kali aku tersadar, namun dunia jahatku terlalu banyak untuk kukalahkan. Bagaimana tidak? Durjanaku telah memaksaku meninggal

BUKIT DUA PENJURU

Hijau mulai pudar ketika kabut bersekongkol mengusir kedamaian sesaat setelah langit menumpahkan tangisnya. Seperti hatiku yang telah dilucuti kehampaan serupa perasaan langit, saat aku kembali memandangi bukit dua pohon tempat kita beradu dulu. Aku terpaku pada kenangan yang jelas terekam di ujung sana, di antara hamparan ilalang yang nampak memutih dan bergoyang syahdu, tempat tawa dan canda berpendar. Aku harap kau ingat semua itu, disaat kita beruntai memandangi kedua pohon di dekat bukit yang nampak mengalun lirih penuh kerindangan. Di sinilah tempat kita mengejar hujan, mengukir waktu dan memadu kasih layaknya sepasang merpati yang sedang kasmaran, disaat kau sering menemaniku untuk menikmati senja menghadap barat, tepat diantara kedua pohon itu bertahta. Bahkan kau juga telah mengajakku untuk mengukir nama kita di tubuh pohon itu. Alvent & April. Bukit ini telah melekat, bahkan telah akrab dengan kedatangan kita. Apalagi kedua pohon itu. Adalah palem yang berada di

Prolog : Dari Jogja untuk Jambi

Saya tidak mempunyai banyak cerita dari berbagai daerah di Indonesia, karena saya baru satu kali meninggalkan tanah Jawa saya demi membawa nama baik almamater tercinta UNY ke tanah minang. “Dari Jogja untuk Jambi” Saat itu H-2 sebelum deadline terakhir pendaftaran dan pengiriman karya tulis. Saat saya mengalami sebuah kecelakaan kecil yang sampai saat ini luka itu masih membekas di kaki. Saya terburu-buru hendak mengejar lembar pengesahan demi kelengkapan administrasi karya tulis saya untuk dikirim ke Jambi. Mungkin bisa di bilang iseng-iseng berhadiah. Awalnya saya mengirim proposal karya tulis tersebut hanya sekedar formalitas mengingat saya yang tergabung ke dalam salah satu Unit Studi Penalaran di tingkat Universitas tetapi belum pernah mengikuti ajang perlombaan ke luar kota. Sampai akhirnya usaha saya tersebut membuahkan hasil dan mengantarkan saya ke kampus pinang masak. Sekali lagi, saya anak lokal dari Jawa Tengah, sekolah tidak pernah jauh-jauh dari area Kota Bersinar.

Tanah anak cucuku

Saat ini saya seorang mahasiswa S1 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Jika berbicara mengenai pendidikan di Indonesia sampai saat ini saya menjadi seorang mahasiswa, saya berfikir tidak ada yang salah dengan pendidikan di Indonesia. Dilihat dari kacamata kehidupan sehari-hari saya yang alhamdulillah lancar dalam studi. Hanya saja terhambat harus berhenti 1 tahun saat saya lulus smk sedang teman-teman saya sudah mendapat pekerjaan tetapi saya masih bertekad ingin melanjutkan studi. Entah bagaimana, apakah orang lain juga merasakan hal yang sama. Darimana datangnya kenikmatan ini, rasa syukur yang tiada henti. Apakah orang lain banyak yang lebih beruntung daripada saya atau tidak. Pendidikan yang katanya susah dijangkau, saya yang notabene dari keluarga yang biasa-biasa saja bisa duduk di Perguruan Tinggi. Sampai akhirnya saya harus terjun ke dalam masyarakat yang sesungguhnya. Menjadi mahasiswa. Awal dari kehidupan saya dimulai dari sini. Dari dahulu yang sejak seko