Tanah anak cucuku

Saat ini saya seorang mahasiswa S1 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Jika berbicara mengenai pendidikan di Indonesia sampai saat ini saya menjadi seorang mahasiswa, saya berfikir tidak ada yang salah dengan pendidikan di Indonesia. Dilihat dari kacamata kehidupan sehari-hari saya yang alhamdulillah lancar dalam studi. Hanya saja terhambat harus berhenti 1 tahun saat saya lulus smk sedang teman-teman saya sudah mendapat pekerjaan tetapi saya masih bertekad ingin melanjutkan studi. Entah bagaimana, apakah orang lain juga merasakan hal yang sama. Darimana datangnya kenikmatan ini, rasa syukur yang tiada henti. Apakah orang lain banyak yang lebih beruntung daripada saya atau tidak. Pendidikan yang katanya susah dijangkau, saya yang notabene dari keluarga yang biasa-biasa saja bisa duduk di Perguruan Tinggi. Sampai akhirnya saya harus terjun ke dalam masyarakat yang sesungguhnya. Menjadi mahasiswa.
Awal dari kehidupan saya dimulai dari sini. Dari dahulu yang sejak sekolah tidak mengenal organisasi. Sekarang saya candu dengan organisasi, hingga mengantarkan saya ke masyarakat luas yang ternyata belum seberuntung saya. Di sisi lain, kurang lebih 3 tahun saya menyelami jalanan Jogja-Solo untuk pergi menimba ilmu. Saya selalu dihadapi dengan anak-anak jalanan, bapak-bapak, ibu-ibu bahkan kakek nenek yang berkehidupan di jalanan. Pemandangan yang amat sangat saya benci saat saya harus bertatapan dengan dunia jalanan. Selalu bergumam, mengapa mereka ada di jalanan? Dimana rumah mereka? Dimana keluarga mereka? Dimana sanak saudara mereka? Mengapa mereka senang sekali duduk di pinggir-pinggir jalan?. Rasanya ingin sekali saya mengusir mereka dari jalanan, mengajak mereka berpindah kehidupan ke suatu tempat yang dapat menjadikan mereka lebih baik terutama untuk pendidikan mereka. Bagaimana bisa mereka belajar dalam kondisi seperti itu. Apakah mereka tidak memikirkan anak cucu mereka besok. Ibuku pernah berkata “sekarang ibu seperti ini (yang tidak punya apa-apa), harus banting tulang karena pendidikan ibu masih sangat tertinggal. Ibu harap kamu bisa memperbaiki dan lebih baik lagi”. Saya selalu ingat itu. Dan cara utama untuk menjadikannya lebih baik adalah dengan menjunjung tinggi pendidikan yang sedang saya tekuni sekarang, menjadi calon Orthopedagog, syukur2 di amin kan untuk menjadi calon Duta Perempuan dan Anak-anak. Dan saya tidak ingin jika apa yang sudah saya dapat sampai saat ini tidak saya kembalikan ke masyarakat, karena saya bisa berdiri sekokoh ini atas kepercayaan masyarakat untuk saya. Menjadi bagian dari mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi. Dan kelak saya akan mengembalikan ini semua untuk masyarakat.
Impian saya untuk pendidikan di Indonesia, saya berharap apa yang sedang saya usahakan saat ini dapat dirasakan dan menuai manfaat untuk Indonesia terutama untuk pendidikannya. Saya sedang merintis Kelas Inspirasi Klaten yaitu program mengajar sehari anak-anak Sekolah Dasar dengan mendatangkan inspirator dari berbagai profesi untuk bisa membagikan pengalaman pekerjaan mereka kepada anak-anak yang diharapkan dari sharing tersebut anak-anak akan mempunyai cita-cita yang lebih luas. Kegiatan ini kami canangkan atas dasar hasil diskusi dengan kawan-kawan Kelas Inspirasi Jogja. Selain itu saya juga sedang berusaha mendirikan rumah baca untuk adik-adik di wilayah desa saya yang saya beri nama “Omah Baca Bulus Jimbung” sesuai dengan nama di desa saya yaitu Jimbung dan terkenal dengan hewan Bulusnya. Dengan slogan “Lihat Dunia dengan Membaca”. Saya sangat ingin adik-adik saya di sekitar wilayah saya tidak buta baca. Saya ingin mereka membesarkan desa mereka, dari hal yang kecil. Tapi sampai saat ini rumah baca ini belum saya lanjutkan karena keterbatasan saya dalam mencari donatur buku. Baru sebatas proposal pengajuan bantuan buku yang saya tujukan untuk penerbit-penerbit di wilayah Jogja. Semoga rumah baca ini bisa cepat teralisasikan.

Selain itu, disamping program-program yang sejak dulu ingin segera saya selesaikan. Saya berharap pendidikan di Indonesia ini cepat mengusung program Inklusi. Bukan hanya karena saya dari latar belakang pendidikan luar biasa, tetapi saya tidak ingin jika diskriminasi yang terjadi pada anak-anak difabel tumbuh sejak mereka masih kanak-kanak. Jika inklusi sudah bisa digalakkan sejak dini, diskriminasi pasti akan berkurang bahkan akan hilang. Dan anak-anak berkebutuhan khusus akan mendapatkan pendidikan yang layak mereka dapatkan. Baik itu di daerah kota besar, atau bahkan harus bisa kita jangkau di daerah terpencil.  Semoga dapat teralisasikan. Amin.


Yogyakarta, 8 November 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kekuatan batin :D

Antara Kepo dan Ta'aruf