- Menimba Ilmu, Menjaring Relasi dalam Temu Inklusi -
- Menimba Ilmu, Menjaring Relasi dalam Temu
Inklusi -
Day
1 (Kamis, 25 Agustus 2016)
Bemodalkan nekat, siang itu saya membawa si
merah meluncur dari tempat PPL di kota bantul menuju arah Kulon Progo. Kenapa
nekat? Karena saya belum mengetahui lokasi yang akan saya tuju. Bertepatan di
Desa Sidorejo, Lendah, Kulonprogo acara sudah dimulai sejak hari kemarin, tim
sudah berangkat sejak kemarin sore. Karena ada beberapa urusan yang masih harus
diselesaikan saya memutuskan untuk berangkat sendiri. Sebelumnya, saya sempat
mencari informasi mengenai lokasi tersebut. Sumber pertama mengatakan jika saya
bisa lewat jalan bantul dan sumber lain mengatakan saya bisa mengikuti plang
arah wates purworejo. Saya kira kedua penunjuk arah itu sama saja, setelah
sampai di perempatan lampu merah jl.bantul saya
ambil arah kanan dan mengikuti arah wates purworejo. Berhubung ada pesanan
untuk mencetak brosur Braille’iant, saya terus melaju di jalan wates sampai km
7 saya menemukan tempat print. Untuk memastikan lagi jika jalan yang saya lalui
benar, saya menghubungi teman-teman yang sudah dilokasi jika saya sudah sampai
di jl wates km 11. Dan apa info yang saya dapat, ternyata jalan yang saya lalui
salah. Tapi tunggu sebentar, saya bertanya kepada mas-mas yang ada di tempat
fotocopy jika saya bisa lewat jalan ini untuk menuju kali progo salah satu
tempat yang dianjurkan oleh teman saya untuk dilewati. Daripada saya harus
putar balik, akhirnya saya melanjutkan perjalanan.
Sampai saya bertanya kembali pada seorang
ibu yang saat itu sedang akan menyebrang jalan. Beliau berkata jika Desa Lendah
bisa ditempuh melalui jalan ini. Tinggal ikuti jalan sampai nemu 3 lampu merah
dan belok kiri. Alhamdulillah ada harapan. Laju kendaraan saya mulai sangat
jauh sampai saya di jalan wates km.20. Tetapi saya baru melewati 2 lampu merah,
dan itu jaraknya sudah lumayan jauh. Sampai lampu merah ketiga berhasil saya
tempuh dengan penuh keraguan. Well, saya melanjutkan perjalanan dengan mengandalkan
feeling. Dan halo saya menemukan kertas
berukuran A4 dengan tulisan Temu Inklusi beserta arah panah sebagai
penunjuknya. Akhirnya saya mengikuti arah penunjuk itu kemudian saya menemukan
Desa Bumirejo Lendah. Alhamdulillah akhirnya saya sudah sampai. Tapi di
sepanjang jalan saya tidak menemukan Desa
Sidorejo. Beberapa anak disana pun tidak mengetahui letak dusun Sidorejo. Oke,
lagi-lagi saya hanya bisa mengandalkan feeling
saya. Sampai disudut jalan yang cukup menakutkan bagi saya, saya memutuskan
untuk balik arah karena saya pikir lokasi ada di sekitar sini. Saya menghubungi
teman-teman saya lagi, dan mereka berkata jika letak desa Sidorejo berada
setelah desa Bumirejo. Saya memutar arah kembali melanjutkan jalan yang tadi
sudah saya lalui.
Tidak terasa 1,5 jam sudah berlalu, saya
terus melanjutkan perjalanan. Saya berhenti di beberapa titik gapura, tidak
sengaja di gapura kedua saya menemukan kembali penunjuk arah temu inklusi. Itu
artinya jalan yang saya lalui tidak salah. Sampai saya melihat seorang
bapak-bapak yang sudah tidak asing lagi. Saya tidak tau betul sosok bapak
tersebut, tapi saat itu saya masih yakin dengan feeling. Akhirnya saya mengikuti laju kendaraan Bapak tersebut.
Sepertinya beliau juga salah satu peserta temu inklusi. Sekitar hampir 2 jam
akhirnya saya sampai di lokasi dengan bantuan penunjuk arah tersebut. Saya pikir-pikir
lagi ternyata saya melewati jalan yang tidak direkomendasikan oleh teman-teman
saya, jarak yang seharusnya bisa saya tempuh hanya dengan 1 jam, harus saya
panjangkan lebih lama menjadi 2 jam karena jalannya terlalu jauh. Mungkin jika diceritakan lebih mendasar lagi akan
panjang, sepanjang jalan wates :3. Yaa apapun itu saya bersyukur bisa sampai ke tempat
tujuan dengan
selamat J
Tulisan “Selamat Datang Peserta Temu
Inklusi 2016” menyambut kedatangan saya, pun juga pasti memberi sambutan pada
peserta lain. Karena sudah terlambat di beberapa agenda, saya langsung menuju
lokasi stand pameran. Beberapa stand yang saya lewati ketika menuju lokasi
stand Braille’iant diantaranya ada sigab, komite, pertuni, batik kresna, karang
taruna desa sidorejo, dan masih banyak yang lainnya. Ketika melewati beberapa
stand tersebut saya mendengar ada yang memanggil saya, ternyata benar dia
adalah Suci adek tingkat saya di kampus. Saat itu suci sedang berada di stand
Komite. Tidak berpikir panjang, saya langsung menghampirinya dan kebetulan
disitu juga ada Mas Adit (Koordinator Juru Bahasa) yang dulu saya sempat
bertemu ketika ada rapat koordinasi Temu Inklusi di kantor Sigab. Beberapa
menit saya berpamitan dengan mereka. Sesampai saya di stand Braille’iant
Indonesia , teman-teman sedang asyik bercengkerama dengan pengunjung stand dan
ada juga yang sedang menyiapkan untuk Apreciative
Inquiry.
Rupanya banyak agenda yang sudah saya
lewatkan. Dari pembukaan hingga seminar. Karena sudah waktunya untuk sholat
ashar, saya dan teman-teman langsung menuju ke mushola. Setelah selesai sholat,
tanpa membuang-buang waktu lagi saya langsung mengajak Jati, Mas Aji, Nandar,
dan Akbar menuju tempat atau lokasi AI berlangsung. Kami mengambil kursi yang
berada di luar gedung. Di samping mendengarkan seminar dari luar, fokus dan
perhatian saya tertuju pada teman-teman Jubah yang saat itu sedang membantu
para difabel rungu untuk mengolah informasi seminar dengan bahasa isyarat.
Sebelum akhirnya sesi Apreciative Inquiry
3 dimulai, saya masih memperhatikan teman-teman Jubah yang sedang
berisyarat. Sampai pada sesi AI ketiga yang salah satu pengisi materinya adalah
dari Braille’iant Indonesia dengan materi “Inisiasi Program English Languange Assistant bagi Difabel
Netra dalam Upaya Peningkatan Kapasitas dan Daya Saing Global” yang diwakili
oleh Mba Hayu, saya mengajak teman-teman yang saat itu diluar ruangan untuk
masuk kedalam. Dan wow didalam ruang ternyata hanya tersisa beberapa orang
saja. Mungkin tidak sebanyak di sesi awal tadi.
Pada sesi AI ketiga ini selain
Braille’iant Indonesia juga ada dari kawan-kawan Sigab dengan materi “Prototipe
Signteraktif untuk membantu layanan publik bagi Tuli”, Perspektif Jogja yang menyampaikan tentang
“Membongkar Cara Berpikir melalui Seni Rupa” dan Difa City Tour yang bercerita
mengenai “Pemberdayaan difabel dalam dunia usaha”. Keempat materi yang
disampaikan semuanya sangat menarik dan menggugah wawasan. Akan tetapi saya teralih
perhatian dengan Difa City Tour atau Difa Ojek. Ojek yang digawangi oleh
teman-teman difabel daksa ini ternyata sudah beroperasi lumayan lama di Jogja,
sungguh saya prihatin dengan diri saya sendiri, karena ini kali pertama saya
mengetahui jika ada jasa Ojek yang memberdayakan teman-teman difabel dengan
alat operasi kendaraan yang sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Juga
dengan sistem layanan yang tak kalah oke dengan ojek-ojek yang lain. Menurut
saya Difa Ojek ini beda dari ojek lain, dari pengemudi, alat transportasi
hingga layanan yang mungkin tidak akan ditemukan di layanan ojek pada umumnya.
Belum selesai acara AI, saya sudah
kembali ke stand karena kondisi badan yang sudah mulai tidak bersahabat. Sampai
waktu isya saya dan rekan satu tempat
menginap saya Jati memutuskan pulang untuk bersih-bersih badan dan sholat isya.
Kami berdua ke lokasi menginap yang berada di Dusun Tubin yang letaknya lumayan
jauh dibanding teman-teman yang lain. Ada yang aneh, yaa..saya berasa lagi KKN.
Hehe. Karena rasa KKN tidak semanis saya berada disini. Haha :D Bersama Mbok
Girah, sapaan hangat kami untuk pemilik rumah yang kami tempati. Kami berasa
berada di rumah sendiri. Beliau sangat ramah dan baik sekali. Oh iyaa, sebelum
LO yang mengantar kami tadi balik ke lokasi acara, ia berpesan kepada kami jika
ingin balik ke tempat acara berlangsung kami diminta untuk menghubunginya.
Dikarenakan ada sesuatu hal yang terjadi malam sebelumnya. Hal-hal yang.. ya
begitulah. Jadi LO kami mengantisipasi kejadian serupa terjadi lagi. Sebelum
kami sampai tempat kami menginap saya kira akan ada banyak orang yang juga
menginap di tempat tersebut, akan tetapi ketika kami datang hanya ada 1 orang
namanya mbak Ratna Fitriani yang akrab dipanggil mbak Pipit dari KOMPAK
(Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) dari Jakarta. Selang
beberapa menit datang lagi segerombolan ibu-ibu yang juga akan menginap di
tempat yang sama dengan kami. Ternyata mereka operan dari tempat menginap
sebelumnya yang konon di tempat menginap sebelumnya ada sekitar 40 orang yang
menginap bersama. Owwoo. Ibu-ibu yang berjumlah 4 orang ini berasal dari YAKKUM
Yogyakarta.
Setelah selesai bersih-bersih badan dan
makan sekitar pukul 21.00 kami menghubungi LO untuk kembali ke lokasi acara. Di
tempat lokasi acara malam seni dan budaya sudah berlangsung dengan menampilkan
pantomim dari anak-anak SD N Bekelan. Selain menampilkan seni pantomim, mereka
juga menampilkan kesenian yang lain. Malam semakin larut dan suasana semakin
meriah dengan penampilan tambahan, beberapa diantaranya ada permainan organ
tunggal dari Anang, salah satu teman difabel netra kami seorang mahasiswa UIN
yang ternyata bertempat tinggal di daerah sini. Juga ada penampilan tari
angguk. Tarian khas kulonprogo yang ditampilkan oleh ibu-ibu dari Dusun
Sidorejo, lendah, kulonprogo. Tak mau kalah, direktur Sigab Pak Joni juga ikut
memeriahkan panggung dengan menyanyikan lagu Terlalu Manis bersama dengan
lentiknya beliau bermain dengan senar gitar. Saya pun ikut larut menonton
pertunjukkan demi pertunjukkan yang ditampilkan. Tak mau berhenti disitu, Pak
Joni kembali membuat malam semakin meriah dengan Stand Up Comedy yang beliau bawakan beberapa menit dengan candaan
khasnya yang juga mengedukasi. Belum selesai malam seni dan budaya malam itu
ditutup, saya dan teman-teman Braille’iant menutup stand dan kembali ke tempat
menginap kami masing-masing. Saya menutup malam pertama ini dengan harapan jika
esok hari saya akan mendapatkan ilmu yang lebih daripada hari ini. Dan semoga
teman-teman Braille’iant yang lain juga begitu.
Day
2 (Jum’at, 26 Agustus 2016)
Selamat pagi tempat KKN yang baru, uupps
saya kira ini di tempat KKN. Matahari pagi, sunyi, udara yang segar, pepohonan
yang mengelilingi rumah tinggal kami. Semuanya membuka pagi dengan begitu
segar. Karena kami tidak harus sampai di lokasi acara pagi, jadi setelah
selesai sholat subuh, menyantap pisang goreng dan teh anget yang sudah
disediakan simbok kami (Saya dan Jati) berjalan-jalan di sekitar perkampungan
warga. Pukul 05.30 matahari pagi yang belum begitu nampak, kami sudah menemui
anak-anak berseragam merah putih mengayuh sepeda mereka lengkap dengan sepatu
dan tas. Area persawahan yang kami temui dengan tanah keringnya membuat tanaman
palawija semakin subur. Tanaman jagung, ketela pohon, juga yang lain.
Sekitar pukul 07.00 kami sudah siap untuk
kembali ke lokasi acara karena hari ini bakal menjadi hari yang panjang.
Seperti sekolah fullday, bahkan lebih penuh, :D. Hari ini saya akan
bernostalgia dengan pendidikan inklusi. Bersama dengan Mas Ajiwan, salah
seorang kawan dari Braille’iant yang keceh badai. Tulisan beliau sudah membumi,
sigab dan sapda beliau sikat sampai habis. Haha. Sebelum mengikuti workshop,
saya dan teman-teman Braille’iant membuka stand kami yang berada masih sama
dengan hari sebelumnya yaitu sebelah kanan UCP (United Cerebral Palsy) Roda untuk Kemanusiaan dan sebelah kiri Yayasan Bahtera Sumba. Tidak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 08.00 lebih. Ternyta mas Ajiwan sudah ke lokasi workshop.
Kebetulan lokasi workshop kami paling dekat dan paling mudah dijangkau di SDN
Bekelan. Berada di seberang lapangan tempat kami mendirikan stand.
Workshop tematik dari Wahana Inklusi
Indonesia dengan tema “Pendidikan Inklusi” ini termasuk salah satu workshop
yang diminati oleh peserta temu inklusi. Karena sebelumnya peserta yang submit
di workshop ini hanya sekitar 30 orang. Ternyata yang datang dan mengikutinya
ada sekitar 80 orang yang berasal dari beberapa organisasi, komunitas, yayasan
bahkan sekolah yang merupakan bagian dari peserta temu inklusi. Workshop
diawali dengan pembagian kelompok menjadi 8 kelompok. Dari masing-masing
kelompok diisi perorangan yang berbeda atau berasal dari lembaga ataupun
organisasi yang berbeda.
Pemateri menyampaikan bahwasannya
pendidikan inklusi merupakan bentuk pendidikan yang menyertakan semua anak secara
bersama-sama dalam suatu proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang
layak dan sesuai dengan kebutuhan individu tanpa membeda-bedakan suku, kondisi
sosial, ekonomi, bahasa,tempat tinggal, jenis kelamin, agama dan perbedaan
kondisi fisik atau mental. Manfaat dari adanya pendidikan inklusif yaitu
meningkatkan pemahaman terhadap keberagaman, sikap empat empati, saling
menghormati, mengurangi stigma dan labelling
terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Adapun ciri dari sekolah inklusif diantaranya
ada beragam siswa dengan segala perbedaannya termasuk siswa berkebutuhan khusus
(ABK), ada layanan pendukung seperti Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang bertugas
untuk menjembatani antara guru kelas yang menyangkut mata pelajaran dengan
peserta didik agar mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan atau
kondisi anak. Selain itu sarana dan prasarana yang memadai, lingkungan fisik
sekolah, dan lingkungan sosial sekolah yang juga menjadi faktor pendukung
keberhasilan dalam pelaksanaan implementasi pendidikan inklusif.
Kebijakan mengenai pendidikan inklusif
tersebut tertera pada PERMENDIKNAS NO 70 TAHUN 2009 terkait ujuan pendidikan inklusif (pasal 2), keterlibatan pemerintah kabupaten/kota (pasal 4, 6, 11,
dan 12), pengakomodasian peserta didik (pasal 7, 8, 9, dan 10). Serta pada UU DISABILITAS
TAHUN 2016 tentang Pendidikan
Inklusif. Pukul 16.00 workshop diakhiri dengan penyampaian pesan dan kesan.
Menunggu waktu sore, panitia juga
menyelenggarakan Game Inklusi. Salah satu permainan yang diselenggarakan adalah
Futsal untuk difabel netra yang berada di titik pojok lapangan. Dan saat itu
saat melihat teman-teman dari Yaketunis yang sedang ikut memeriahkan futsal
tersebut. Setelah istirahat kami mengobrol dan berbincang-bincang mengenai ilmu
yang sudah kami dapatkan di masing-masing workshop, diantaranya Deteksi Dini
dan Intervensi Dini, Workshop Film dan Pemberdayaan Ekonomi untuk Difabel. Sampai
tiba pukul 20.00 kami memutuskan untuk menutup stand, kembali ke tempat
menginap dan melihat pertunjukkan malam seni dan budaya di hari Kedua. Akhirnya
kami kembali ke tempat menginap dan kami lanjutkan diskusi dengan teman-teman
satu pondokan kami karena malam itu kami sudah tidak lagi kembali ke lokasi acara.
Day
3 (Sabtu, 27 Agustus 2016)
Pagi kedua yang sama cerahnya membuat
hari terakhir saya berada di acara Temu Inklusi ini lebih saya efisienkan.
Teman satu kamar saya Jati sudah melakukan packing
karena pagi ini Jati sudah harus kembali ke rutinitasnya di Jogja. Karena
siang hari saya juga harus sudah kembali ke jogja, saya pun memutuskan untuk
ikut juga melakukan packing. Akan
tetapi saya masih harus berada disini untuk membantu teman-teman Braille’iant
kembali mendirikan stand. Pagi ini acara dimulai dengan jalan sehat dan senam
bersama warga desa Sidorejo. Pagi-pagi betul Mbok Girah sudah menyiapkan
sarapan untuk kami juga menyiapkan sekitar 120 bungkus snack yang akan dibawa
ke lokasi acara untuk peserta disana. Pukul 07.00 panitia sudah sampai ditempat
Mbok Girah dengan mobil jemputannya. Saya berboncengan dengan Mbok Girah
menggunakan sepeda motor dan yang lainnya naik mobil jemputan dari panitia.
Baju dan perlengkapan saya yang sudah saya packing
pun langsung saya bawa agar nanti tidak perlu kembali kesini karena harus
bolak-balik.
Sesampai di lokasi sudah banyak peserta
senam pagi yang berdatangan, mulai dari peserta temu inklusi, warga sekitar di
desa Sidorejo dan anak-anak juga Guru dari beberapa sekolah yang berada di
daerah setempat. Sembari menyaksikan senam sehat yang dilakukan di lapangan
depan panggung utama, saya dan teman-teman Braille’iant kembali mendirikan
stand. Karena sudah hari terakhir, stand-stand tidak seramai hari-hari sebelumnya.
Karena akan datang ke acara wisuda salah beberapa teman di Jogja, akhirnya bada
dhuhur sekitar pukul 12.30 saya memutuskan untuk meninggalkan lokasi acara
bersama dengan Mbak Nina. Saya melewati jalan yang berbeda dengan jalan ketika
saya berangkat. Dan yang pasti jalan yang saya lalui lebih cepat dan akurat.
Pertemuan, perkenalan, pendekatan, dan perpisahan yang akan selalu saya simpan
untuk nantinya saya ceritakan pada anak cucu. Terimakasih SIGAB, Terimakasih
Pak Joni J , Terimakasih Braille’iant. Dan
Terimakasih Temu Inklusi. See you di acara Temu Inklusi 2 tahun kedepan.
SEKILAS TENTANG
Temu Inklusi
Temu Inklusi 2016 merupakan kegiatan dua tahunan yang
diinisiasi oleh Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) sebagai wadah
terbuka yang mempertemukan berbagai pihak pegiat inklusi Difabel. Forum dua tahunan
ini dirintis pertamakalinya pada Desember 2014, bertempat di Desa Sendangtirto,
Berbah, Sleman, Yogyakarta. Lebih dari 300 partisipan yang merupakan perwakilan
organisasi Difabel, organisasi masyarakat sipil, serta individu pegiat inklusi
Difabel telah menjadi bagian dari Temu Inklusi 2014 yang menghasilkan gagasan
dirintisnya ‘Desa Inklusi’.
Dalam dua tahun terakhir, berbagai inisiatif dan
gerakan inklusi Difabel terus bertambah dan menunjukkan banyak tunas praktik
baik dan keberhasilan. Gagasan Desa Inklusi yang digagas pada Temu Inklusi 2014
telah mulai dirintis di sejumlah Kabupaten. Di beberapa Kabupaten - Kota,
praktik Kota / Kabupaten Inklusi pun mulai dibangun dan dikembangkan. . Di saat
yang sama, gerakan kolektif untuk mendorong kebijakan yang mendukung inklusi
Difabel pun membuahkan hasil positif dengan disahkannya Undang-Undang nomor 8
tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Bersama itu semua, masih banyak
inisiatif lain yang dilakukan oleh berragam komunitas dan memberikan kontribusi
positif untuk menjawab tantangan atas inklusi Difabel dalam berbagai sektor.
Di balik kemenangan-kemenangan kecil tersebut, ruang berbagi, jejaring serta kolaborasi dan merajut gagasan bersama merupakan bagian dari proses penting yang turut ambil bagian.
Di balik kemenangan-kemenangan kecil tersebut, ruang berbagi, jejaring serta kolaborasi dan merajut gagasan bersama merupakan bagian dari proses penting yang turut ambil bagian.
Temu Inklusi 2014 bukan hanya telah menjadi ruang
berkumpul dan berinteraksi, namun menghasilkan gagasan-gagasan yang mulai
membawa perubahan di tingkat lokal.
Hal itu penting untuk terus dirawat dan diperbesar. Untuk itulah, penyelenggaraan Temu Inklusi 2016 dirancang sebagai ruang terbuka untuk berbagi ide-ide solutif serta praktik-praktik yang telah memberikan dampak terhadap perwujudan inklusi Difabel. Melalui ruang dua tahunan inilah, diharapkan semangat jejaring, kolaborasi serta bertukar ide dan inisiatif dapat terjalin dan terus membesar sebagai sebuah gerakan sosial untuk Indonesia yang inklusif (Bhineka Tunggal Ika).
Hal itu penting untuk terus dirawat dan diperbesar. Untuk itulah, penyelenggaraan Temu Inklusi 2016 dirancang sebagai ruang terbuka untuk berbagi ide-ide solutif serta praktik-praktik yang telah memberikan dampak terhadap perwujudan inklusi Difabel. Melalui ruang dua tahunan inilah, diharapkan semangat jejaring, kolaborasi serta bertukar ide dan inisiatif dapat terjalin dan terus membesar sebagai sebuah gerakan sosial untuk Indonesia yang inklusif (Bhineka Tunggal Ika).
Kegiatan Temu
Inklusi 2016 ini mengambil tema “Dari Desa; Berbagi Gagasan dan Praktik Terbaik
Menuju Indonesia Inklusi”. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 24-27 Agustus
2016 di desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo.
Sumber : www.sigab.or.id
Tubin dan Mbok Girah
Salah satu tempat menginap yang
disediakan oleh panitia untuk peserta Temu Inklusi ini berada di dusun Tubin.
Letaknya bisa dibilang paling jauh dari tempat menginap peserta lain. Halaman
rumah yang juga dimanfaatkan untuk menanam tanaman Palawija. Hampir tidak ada
lahan kosong, karena disetiap tanahnya terdapat pohon ataupun tanaman yang
bermanfaatkan untuk penghidupan warga seperti pohon pisang, pohon ketela, dan
lain-lain. Tepat didepan rumah terdapat Sekolah Dasar Negri Tubin. Letak satu
rumah dengan rumah yang lain bisa dibilang kurang begitu dekat. Ketika malam
datang, suasana pedesaan sangat terasa, karena disamping-samping rumah bukan
rumah tetangga yang ditemui tetapi lahan pepohonan atau tanaman-tanaman. Suara
hewan-hewan khas malam hari pun juga masih terdengar riang.
Mbok Girah panggilan akrabnya. Orangtua
kami selama berada di Tubin. Beliau tinggal sendiri, 2 anak laki-lakinya saat
ini bertempat tinggal di Jakarta bersama istri dan anak. Pulang kerumah 1 tahun
sekali. Beberapa kisah hidup yang beliau ceritakan pada kami menjadikan kami
lebih hidup lagi karena sosok Wanita yang bagi saya ini pasti sulit untuk
beberapa orang yang mengalaminya. Mbok Girah dahulu pernah menjadi seorang
Tenaga Kerja Indonesia di Saudi Arabia. Kontrak kerja selama 3 tahun. Selang
beberapa tahun beliau berada di Arab, suami tercinta harus dipanggil Allah
terlebih dahulu karena sedang menderita sakit. Hal yang paling membuat Mbok
Girah sedih pada saat itu karena beliau tidak bisa pulang untuk melihat sosok
suami untuk terakhir kalinya dikarenakan terikat kontrak kerja. Diusia yang
masih berkepala 30, Mbok Girah harus melewati dan melanjutkan hidup tanpa
suami. Tapi itu tidak membuat beliau patah semangat untuk membesarkan
anak-anaknya sampai sekarang yang sudah sukses dan berhasil. Beliau yakin
disetiap cobaan pasti akan datang hikmah yang membuat suatu keadaan menjadi
baik. Sampai saat ini beliau sudah mempunyai cucu, beliau belum menikah lagi
dan masih setia dengan suami yang selalu beliau panjatkan doa disetiap sujudnya.
Semoga ketika saya dan teman-teman meninggalkan rumah Mbok Girah, beliau tetap
sehat-sehat terus dan selalu diberi keberkahan bersama orang-orang
disekitarnya. Amin.
Relasi Baru
Jujur, sebelumnya saya belum pernah
melihat benda serupa. Cantik, lucu, menarik, unik. Haha Namanya Kartunama,
kartu nama yang didesain lengkap dengan huruf Braille ini sangat menarik
perhatian saya, yaitu dua teman baru saya yang mempunyai kartu nama dilengkapi
Huruf Braille, Namanya Ratna Fitriani atau yang akrab dipanggil Pipit. Beliau
seorang Gender & Inclusion Manager di
KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) yang berpusat
di Jakarta. Organisasi ini diprakarsai dari Asia
Foundation yang memberikan dana dan layanan untuk masyarakat di Indonesia. Kantor
pelayanan berada di Jalan Diponegoro No. 72 Jakarta 10320. Phone
+6287889595896. Email ratna.fitriani@kompak.or.id. Yang kedua ada Mas Arizky Perdana Kusuma,
S. Pd. Beliau seorang difabel netra juga seorang Guru SLB Darma Asih yang
beralamatkan di Jl. Mayjen Haryono No. 56, Kraksaan, Probolinggo 67282. Telp
0335841833. Email perdana.qq@gmail.com .
Dari beberapa stand yang saya temui ini
yang dari pertama saya cari yaitu organisasi atau yayasan yang menanungi
anak-anak dengan autisme. Berkenalan
dengan mba Agnes Widha Th., SE seorang Perintis Jakarta Ramah Autisme tahun 2013. Handphone
081915356962, email agneswida.aw@gmail.com , juga lengkap dengan Pusat Layanan Autisme Jakarta (PLAJ) yang beralamat di
Raya Bina Marga No. 79 Cipayung Jakarta Timur 13840. Telp 021-22853827. Email perintis105@gmail.com atau website www.mpati.or.id . mba agnes saat ini sedang berjalan
membangun yayasan MPATI yang berada di
Surakarta. Untuk menjaring relas lebih banyak lagi, sebelum saya meninggalkan
stand beliau, beliau berkata untuk menghubungi jika ada agenda yang berkaitan
dengan anak autis akan beliau beri kabar. J
Tidak mau berhenti disitu saat acara
workshop Pendidikan inklusi saya juga dipertemukan dengan wanita-wanita hebat
yang memiliki kapasitas dibidangnya yaitu Ibu Paini adalah Ketua Kubepenca /
HWDI Bekasi dengan tagline mereka “Kami Bisa dan Kami Mampu dengan Keterbatasan
yang Kami Miliki”. Beralamatkan di
Bojong Meteng Rt. 01, Rw. 02 No. 37 Jalan Ac Lengkeng Rawa Lumbu Kota Bekasi.
Handphone 081383059609. Juga ada Ibu Sumarni, SE adalah seorang Talent Acquisition Specialist Regional
Operation di Carrefour Head Office (PT.
TRANS RETAIL INDONESIA). Beralamat di Jalan Lebak Bulus Raya No. 8 Jakarta
Selatan, handphone 08129679595 email sumarni_sumarni@yahoo.com .
Dan satu lagi yaitu Mbak Berti dari PERSANI
KUPANG. Kami sempat bertemu di beberapa agenda dan bertukar nomor handphone
(082237930586) Beliau saat ini mengajar di sekolah inklusi di Kota Kupang.
Banyak informasi yang kami saling tukarkan mengenai anak-anak berkebutuhan
khusus. Baik yang beliau didik di Kota Kupang maupun yang saat ini saya hadapi
di Kota Jogja. Beliau berpesan untuk saya agar bisa datang ke salah satu Kota
di Nusa Tenggara Timur itu untuk juga sharing dengan anak-anak disana. Semoga
disegerakan dan diaminkan untuk bisa kesana ya Mba J
KAWAN SEPERJUANGAN
Ilmu dan Relasi, dua hal yang akan selalu
menjadi salah diantara tujuan manusia dalam menjalani kehidupan. Karena tidak
bisa dipungkiri lagi, kedua hal tersebut yang akan selalu kita pegang dalam
menambah kapasitas diri. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa
menyeimbangkan ked
Keep Hamasah !!
Salam Inklusi. Muda Bersinergi, Berkarya
Menginklusi.
Kulon Progo, 27 Agustus 2016
Nony Dias Frimana
(Braille’iant Indonesia)
Komentar
Posting Komentar