- Menimba Ilmu, Menjaring Relasi dalam Temu Inklusi -

- Menimba Ilmu, Menjaring Relasi dalam Temu Inklusi -
Day 1 (Kamis, 25 Agustus 2016)
Bemodalkan nekat, siang itu saya membawa si merah meluncur dari tempat PPL di kota bantul menuju arah Kulon Progo. Kenapa nekat? Karena saya belum mengetahui lokasi yang akan saya tuju. Bertepatan di Desa Sidorejo, Lendah, Kulonprogo acara sudah dimulai sejak hari kemarin, tim sudah berangkat sejak kemarin sore. Karena ada beberapa urusan yang masih harus diselesaikan saya memutuskan untuk berangkat sendiri. Sebelumnya, saya sempat mencari informasi mengenai lokasi tersebut. Sumber pertama mengatakan jika saya bisa lewat jalan bantul dan sumber lain mengatakan saya bisa mengikuti plang arah wates purworejo. Saya kira kedua penunjuk arah itu sama saja, setelah sampai di perempatan lampu merah jl.bantul saya ambil arah kanan dan mengikuti arah wates purworejo. Berhubung ada pesanan untuk mencetak brosur Braille’iant, saya terus melaju di jalan wates sampai km 7 saya menemukan tempat print. Untuk memastikan lagi jika jalan yang saya lalui benar, saya menghubungi teman-teman yang sudah dilokasi jika saya sudah sampai di jl wates km 11. Dan apa info yang saya dapat, ternyata jalan yang saya lalui salah. Tapi tunggu sebentar, saya bertanya kepada mas-mas yang ada di tempat fotocopy jika saya bisa lewat jalan ini untuk menuju kali progo salah satu tempat yang dianjurkan oleh teman saya untuk dilewati. Daripada saya harus putar balik, akhirnya saya melanjutkan perjalanan.
Sampai saya bertanya kembali pada seorang ibu yang saat itu sedang akan menyebrang jalan. Beliau berkata jika Desa Lendah bisa ditempuh melalui jalan ini. Tinggal ikuti jalan sampai nemu 3 lampu merah dan belok kiri. Alhamdulillah ada harapan. Laju kendaraan saya mulai sangat jauh sampai saya di jalan wates km.20. Tetapi saya baru melewati 2 lampu merah, dan itu jaraknya sudah lumayan jauh. Sampai lampu merah ketiga berhasil saya tempuh dengan penuh keraguan. Well, saya melanjutkan perjalanan dengan mengandalkan feeling. Dan halo saya menemukan kertas berukuran A4 dengan tulisan Temu Inklusi beserta arah panah sebagai penunjuknya. Akhirnya saya mengikuti arah penunjuk itu kemudian saya menemukan Desa Bumirejo Lendah. Alhamdulillah akhirnya saya sudah sampai. Tapi di sepanjang jalan saya tidak menemukan Desa Sidorejo. Beberapa anak disana pun tidak mengetahui letak dusun Sidorejo. Oke, lagi-lagi saya hanya bisa mengandalkan feeling saya. Sampai disudut jalan yang cukup menakutkan bagi saya, saya memutuskan untuk balik arah karena saya pikir lokasi ada di sekitar sini. Saya menghubungi teman-teman saya lagi, dan mereka berkata jika letak desa Sidorejo berada setelah desa Bumirejo. Saya memutar arah kembali melanjutkan jalan yang tadi sudah saya lalui.
Tidak terasa 1,5 jam sudah berlalu, saya terus melanjutkan perjalanan. Saya berhenti di beberapa titik gapura, tidak sengaja di gapura kedua saya menemukan kembali penunjuk arah temu inklusi. Itu artinya jalan yang saya lalui tidak salah. Sampai saya melihat seorang bapak-bapak yang sudah tidak asing lagi. Saya tidak tau betul sosok bapak tersebut, tapi saat itu saya masih yakin dengan feeling. Akhirnya saya mengikuti laju kendaraan Bapak tersebut. Sepertinya beliau juga salah satu peserta temu inklusi. Sekitar hampir 2 jam akhirnya saya sampai di lokasi dengan bantuan penunjuk arah tersebut. Saya pikir-pikir lagi ternyata saya melewati jalan yang tidak direkomendasikan oleh teman-teman saya, jarak yang seharusnya bisa saya tempuh hanya dengan 1 jam, harus saya panjangkan lebih lama menjadi 2 jam karena jalannya terlalu jauh. Mungkin jika diceritakan lebih mendasar lagi akan panjang, sepanjang jalan wates :3. Yaa apapun itu saya bersyukur bisa sampai ke tempat tujuan dengan selamat J
Tulisan “Selamat Datang Peserta Temu Inklusi 2016” menyambut kedatangan saya, pun juga pasti memberi sambutan pada peserta lain. Karena sudah terlambat di beberapa agenda, saya langsung menuju lokasi stand pameran. Beberapa stand yang saya lewati ketika menuju lokasi stand Braille’iant diantaranya ada sigab, komite, pertuni, batik kresna, karang taruna desa sidorejo, dan masih banyak yang lainnya. Ketika melewati beberapa stand tersebut saya mendengar ada yang memanggil saya, ternyata benar dia adalah Suci adek tingkat saya di kampus. Saat itu suci sedang berada di stand Komite. Tidak berpikir panjang, saya langsung menghampirinya dan kebetulan disitu juga ada Mas Adit (Koordinator Juru Bahasa) yang dulu saya sempat bertemu ketika ada rapat koordinasi Temu Inklusi di kantor Sigab. Beberapa menit saya berpamitan dengan mereka. Sesampai saya di stand Braille’iant Indonesia , teman-teman sedang asyik bercengkerama dengan pengunjung stand dan ada juga yang sedang menyiapkan untuk Apreciative Inquiry.
Rupanya banyak agenda yang sudah saya lewatkan. Dari pembukaan hingga seminar. Karena sudah waktunya untuk sholat ashar, saya dan teman-teman langsung menuju ke mushola. Setelah selesai sholat, tanpa membuang-buang waktu lagi saya langsung mengajak Jati, Mas Aji, Nandar, dan Akbar menuju tempat atau lokasi AI berlangsung. Kami mengambil kursi yang berada di luar gedung. Di samping mendengarkan seminar dari luar, fokus dan perhatian saya tertuju pada teman-teman Jubah yang saat itu sedang membantu para difabel rungu untuk mengolah informasi seminar dengan bahasa isyarat. Sebelum akhirnya sesi Apreciative Inquiry 3 dimulai, saya masih memperhatikan teman-teman Jubah yang sedang berisyarat. Sampai pada sesi AI ketiga yang salah satu pengisi materinya adalah dari Braille’iant Indonesia dengan materi “Inisiasi Program English Languange Assistant bagi Difabel Netra dalam Upaya Peningkatan Kapasitas dan Daya Saing Global” yang diwakili oleh Mba Hayu, saya mengajak teman-teman yang saat itu diluar ruangan untuk masuk kedalam. Dan wow didalam ruang ternyata hanya tersisa beberapa orang saja. Mungkin tidak sebanyak di sesi awal tadi.
Pada sesi AI ketiga ini selain Braille’iant Indonesia juga ada dari kawan-kawan Sigab dengan materi “Prototipe Signteraktif untuk membantu layanan publik bagi Tuli”,   Perspektif Jogja yang menyampaikan tentang “Membongkar Cara Berpikir melalui Seni Rupa” dan Difa City Tour yang bercerita mengenai “Pemberdayaan difabel dalam dunia usaha”. Keempat materi yang disampaikan semuanya sangat menarik dan menggugah wawasan. Akan tetapi saya teralih perhatian dengan Difa City Tour atau Difa Ojek. Ojek yang digawangi oleh teman-teman difabel daksa ini ternyata sudah beroperasi lumayan lama di Jogja, sungguh saya prihatin dengan diri saya sendiri, karena ini kali pertama saya mengetahui jika ada jasa Ojek yang memberdayakan teman-teman difabel dengan alat operasi kendaraan yang sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Juga dengan sistem layanan yang tak kalah oke dengan ojek-ojek yang lain. Menurut saya Difa Ojek ini beda dari ojek lain, dari pengemudi, alat transportasi hingga layanan yang mungkin tidak akan ditemukan di layanan ojek pada umumnya.
Belum selesai acara AI, saya sudah kembali ke stand karena kondisi badan yang sudah mulai tidak bersahabat. Sampai waktu isya saya  dan rekan satu tempat menginap saya Jati memutuskan pulang untuk bersih-bersih badan dan sholat isya. Kami berdua ke lokasi menginap yang berada di Dusun Tubin yang letaknya lumayan jauh dibanding teman-teman yang lain. Ada yang aneh, yaa..saya berasa lagi KKN. Hehe. Karena rasa KKN tidak semanis saya berada disini. Haha :D Bersama Mbok Girah, sapaan hangat kami untuk pemilik rumah yang kami tempati. Kami berasa berada di rumah sendiri. Beliau sangat ramah dan baik sekali. Oh iyaa, sebelum LO yang mengantar kami tadi balik ke lokasi acara, ia berpesan kepada kami jika ingin balik ke tempat acara berlangsung kami diminta untuk menghubunginya. Dikarenakan ada sesuatu hal yang terjadi malam sebelumnya. Hal-hal yang.. ya begitulah. Jadi LO kami mengantisipasi kejadian serupa terjadi lagi. Sebelum kami sampai tempat kami menginap saya kira akan ada banyak orang yang juga menginap di tempat tersebut, akan tetapi ketika kami datang hanya ada 1 orang namanya mbak Ratna Fitriani yang akrab dipanggil mbak Pipit dari KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) dari Jakarta. Selang beberapa menit datang lagi segerombolan ibu-ibu yang juga akan menginap di tempat yang sama dengan kami. Ternyata mereka operan dari tempat menginap sebelumnya yang konon di tempat menginap sebelumnya ada sekitar 40 orang yang menginap bersama. Owwoo. Ibu-ibu yang berjumlah 4 orang ini berasal dari YAKKUM Yogyakarta.
Setelah selesai bersih-bersih badan dan makan sekitar pukul 21.00 kami menghubungi LO untuk kembali ke lokasi acara. Di tempat lokasi acara malam seni dan budaya sudah berlangsung dengan menampilkan pantomim dari anak-anak SD N Bekelan. Selain menampilkan seni pantomim, mereka juga menampilkan kesenian yang lain. Malam semakin larut dan suasana semakin meriah dengan penampilan tambahan, beberapa diantaranya ada permainan organ tunggal dari Anang, salah satu teman difabel netra kami seorang mahasiswa UIN yang ternyata bertempat tinggal di daerah sini. Juga ada penampilan tari angguk. Tarian khas kulonprogo yang ditampilkan oleh ibu-ibu dari Dusun Sidorejo, lendah, kulonprogo. Tak mau kalah, direktur Sigab Pak Joni juga ikut memeriahkan panggung dengan menyanyikan lagu Terlalu Manis bersama dengan lentiknya beliau bermain dengan senar gitar. Saya pun ikut larut menonton pertunjukkan demi pertunjukkan yang ditampilkan. Tak mau berhenti disitu, Pak Joni kembali membuat malam semakin meriah dengan Stand Up Comedy yang beliau bawakan beberapa menit dengan candaan khasnya yang juga mengedukasi. Belum selesai malam seni dan budaya malam itu ditutup, saya dan teman-teman Braille’iant menutup stand dan kembali ke tempat menginap kami masing-masing. Saya menutup malam pertama ini dengan harapan jika esok hari saya akan mendapatkan ilmu yang lebih daripada hari ini. Dan semoga teman-teman Braille’iant yang lain juga begitu.
Day 2 (Jum’at, 26 Agustus 2016)
Selamat pagi tempat KKN yang baru, uupps saya kira ini di tempat KKN. Matahari pagi, sunyi, udara yang segar, pepohonan yang mengelilingi rumah tinggal kami. Semuanya membuka pagi dengan begitu segar. Karena kami tidak harus sampai di lokasi acara pagi, jadi setelah selesai sholat subuh, menyantap pisang goreng dan teh anget yang sudah disediakan simbok kami (Saya dan Jati) berjalan-jalan di sekitar perkampungan warga. Pukul 05.30 matahari pagi yang belum begitu nampak, kami sudah menemui anak-anak berseragam merah putih mengayuh sepeda mereka lengkap dengan sepatu dan tas. Area persawahan yang kami temui dengan tanah keringnya membuat tanaman palawija semakin subur. Tanaman jagung, ketela pohon, juga yang lain.
Sekitar pukul 07.00 kami sudah siap untuk kembali ke lokasi acara karena hari ini bakal menjadi hari yang panjang. Seperti sekolah fullday, bahkan lebih penuh, :D. Hari ini saya akan bernostalgia dengan pendidikan inklusi. Bersama dengan Mas Ajiwan, salah seorang kawan dari Braille’iant yang keceh badai. Tulisan beliau sudah membumi, sigab dan sapda beliau sikat sampai habis. Haha. Sebelum mengikuti workshop, saya dan teman-teman Braille’iant membuka stand kami yang berada masih sama dengan hari sebelumnya yaitu sebelah kanan UCP (United Cerebral Palsy) Roda untuk Kemanusiaan dan sebelah kiri Yayasan Bahtera Sumba. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 lebih. Ternyta mas Ajiwan sudah ke lokasi workshop. Kebetulan lokasi workshop kami paling dekat dan paling mudah dijangkau di SDN Bekelan. Berada di seberang lapangan tempat kami mendirikan stand.
Workshop tematik dari Wahana Inklusi Indonesia dengan tema “Pendidikan Inklusi” ini termasuk salah satu workshop yang diminati oleh peserta temu inklusi. Karena sebelumnya peserta yang submit di workshop ini hanya sekitar 30 orang. Ternyata yang datang dan mengikutinya ada sekitar 80 orang yang berasal dari beberapa organisasi, komunitas, yayasan bahkan sekolah yang merupakan bagian dari peserta temu inklusi. Workshop diawali dengan pembagian kelompok menjadi 8 kelompok. Dari masing-masing kelompok diisi perorangan yang berbeda atau berasal dari lembaga ataupun organisasi yang berbeda.
Pemateri menyampaikan bahwasannya pendidikan inklusi merupakan bentuk pendidikan yang menyertakan semua anak secara bersama-sama dalam suatu proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan individu tanpa membeda-bedakan suku, kondisi sosial, ekonomi, bahasa,tempat tinggal, jenis kelamin, agama dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Manfaat dari adanya pendidikan inklusif yaitu meningkatkan pemahaman terhadap keberagaman, sikap empat empati, saling menghormati, mengurangi stigma dan labelling terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Adapun ciri dari sekolah inklusif diantaranya ada beragam siswa dengan segala perbedaannya termasuk siswa berkebutuhan khusus (ABK), ada layanan pendukung seperti Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang bertugas untuk menjembatani antara guru kelas yang menyangkut mata pelajaran dengan peserta didik agar mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan atau kondisi anak. Selain itu sarana dan prasarana yang memadai, lingkungan fisik sekolah, dan lingkungan sosial sekolah yang juga menjadi faktor pendukung keberhasilan dalam pelaksanaan implementasi pendidikan inklusif.
Kebijakan mengenai pendidikan inklusif tersebut tertera pada PERMENDIKNAS NO 70 TAHUN 2009 terkait ujuan pendidikan inklusif (pasal 2), keterlibatan pemerintah kabupaten/kota (pasal 4, 6, 11, dan 12), pengakomodasian peserta didik (pasal 7, 8, 9, dan 10). Serta pada UU DISABILITAS TAHUN 2016 tentang Pendidikan Inklusif. Pukul 16.00 workshop diakhiri dengan penyampaian pesan dan kesan.
Menunggu waktu sore, panitia juga menyelenggarakan Game Inklusi. Salah satu permainan yang diselenggarakan adalah Futsal untuk difabel netra yang berada di titik pojok lapangan. Dan saat itu saat melihat teman-teman dari Yaketunis yang sedang ikut memeriahkan futsal tersebut. Setelah istirahat kami mengobrol dan berbincang-bincang mengenai ilmu yang sudah kami dapatkan di masing-masing workshop, diantaranya Deteksi Dini dan Intervensi Dini, Workshop Film dan Pemberdayaan Ekonomi untuk Difabel. Sampai tiba pukul 20.00 kami memutuskan untuk menutup stand, kembali ke tempat menginap dan melihat pertunjukkan malam seni dan budaya di hari Kedua. Akhirnya kami kembali ke tempat menginap dan kami lanjutkan diskusi dengan teman-teman satu pondokan kami karena malam itu kami sudah tidak lagi kembali ke lokasi acara.
Day 3 (Sabtu, 27 Agustus 2016)
Pagi kedua yang sama cerahnya membuat hari terakhir saya berada di acara Temu Inklusi ini lebih saya efisienkan. Teman satu kamar saya Jati sudah melakukan packing karena pagi ini Jati sudah harus kembali ke rutinitasnya di Jogja. Karena siang hari saya juga harus sudah kembali ke jogja, saya pun memutuskan untuk ikut juga melakukan packing. Akan tetapi saya masih harus berada disini untuk membantu teman-teman Braille’iant kembali mendirikan stand. Pagi ini acara dimulai dengan jalan sehat dan senam bersama warga desa Sidorejo. Pagi-pagi betul Mbok Girah sudah menyiapkan sarapan untuk kami juga menyiapkan sekitar 120 bungkus snack yang akan dibawa ke lokasi acara untuk peserta disana. Pukul 07.00 panitia sudah sampai ditempat Mbok Girah dengan mobil jemputannya. Saya berboncengan dengan Mbok Girah menggunakan sepeda motor dan yang lainnya naik mobil jemputan dari panitia. Baju dan perlengkapan saya yang sudah saya packing pun langsung saya bawa agar nanti tidak perlu kembali kesini karena harus bolak-balik.
Sesampai di lokasi sudah banyak peserta senam pagi yang berdatangan, mulai dari peserta temu inklusi, warga sekitar di desa Sidorejo dan anak-anak juga Guru dari beberapa sekolah yang berada di daerah setempat. Sembari menyaksikan senam sehat yang dilakukan di lapangan depan panggung utama, saya dan teman-teman Braille’iant kembali mendirikan stand. Karena sudah hari terakhir, stand-stand tidak seramai hari-hari sebelumnya. Karena akan datang ke acara wisuda salah beberapa teman di Jogja, akhirnya bada dhuhur sekitar pukul 12.30 saya memutuskan untuk meninggalkan lokasi acara bersama dengan Mbak Nina. Saya melewati jalan yang berbeda dengan jalan ketika saya berangkat. Dan yang pasti jalan yang saya lalui lebih cepat dan akurat. Pertemuan, perkenalan, pendekatan, dan perpisahan yang akan selalu saya simpan untuk nantinya saya ceritakan pada anak cucu. Terimakasih SIGAB, Terimakasih Pak Joni J , Terimakasih Braille’iant. Dan Terimakasih Temu Inklusi. See you di acara Temu Inklusi 2 tahun kedepan.
SEKILAS TENTANG
Temu Inklusi
Temu Inklusi 2016 merupakan kegiatan dua tahunan yang diinisiasi oleh Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) sebagai wadah terbuka yang mempertemukan berbagai pihak pegiat inklusi Difabel. Forum dua tahunan ini dirintis pertamakalinya pada Desember 2014, bertempat di Desa Sendangtirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta. Lebih dari 300 partisipan yang merupakan perwakilan organisasi Difabel, organisasi masyarakat sipil, serta individu pegiat inklusi Difabel telah menjadi bagian dari Temu Inklusi 2014 yang menghasilkan gagasan dirintisnya ‘Desa Inklusi’.
Dalam dua tahun terakhir, berbagai inisiatif dan gerakan inklusi Difabel terus bertambah dan menunjukkan banyak tunas praktik baik dan keberhasilan. Gagasan Desa Inklusi yang digagas pada Temu Inklusi 2014 telah mulai dirintis di sejumlah Kabupaten. Di beberapa Kabupaten - Kota, praktik Kota / Kabupaten Inklusi pun mulai dibangun dan dikembangkan. . Di saat yang sama, gerakan kolektif untuk mendorong kebijakan yang mendukung inklusi Difabel pun membuahkan hasil positif dengan disahkannya Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Bersama itu semua, masih banyak inisiatif lain yang dilakukan oleh berragam komunitas dan memberikan kontribusi positif untuk menjawab tantangan atas inklusi Difabel dalam berbagai sektor.
Di balik kemenangan-kemenangan kecil tersebut, ruang berbagi, jejaring serta kolaborasi dan merajut gagasan bersama merupakan bagian dari proses penting yang turut ambil bagian.
Temu Inklusi 2014 bukan hanya telah menjadi ruang berkumpul dan berinteraksi, namun menghasilkan gagasan-gagasan yang mulai membawa perubahan di tingkat lokal.
Hal itu penting untuk terus dirawat dan diperbesar. Untuk itulah, penyelenggaraan Temu Inklusi 2016 dirancang sebagai ruang terbuka untuk berbagi ide-ide solutif serta praktik-praktik yang telah memberikan dampak terhadap perwujudan inklusi Difabel. Melalui ruang dua tahunan inilah, diharapkan semangat jejaring, kolaborasi serta bertukar ide dan inisiatif dapat terjalin dan terus membesar sebagai sebuah gerakan sosial untuk Indonesia yang inklusif (Bhineka Tunggal Ika).
Kegiatan Temu Inklusi 2016 ini mengambil tema “Dari Desa; Berbagi Gagasan dan Praktik Terbaik Menuju Indonesia Inklusi”. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 24-27 Agustus 2016 di desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo.
Sumber : www.sigab.or.id
Tubin dan Mbok Girah
Salah satu tempat menginap yang disediakan oleh panitia untuk peserta Temu Inklusi ini berada di dusun Tubin. Letaknya bisa dibilang paling jauh dari tempat menginap peserta lain. Halaman rumah yang juga dimanfaatkan untuk menanam tanaman Palawija. Hampir tidak ada lahan kosong, karena disetiap tanahnya terdapat pohon ataupun tanaman yang bermanfaatkan untuk penghidupan warga seperti pohon pisang, pohon ketela, dan lain-lain. Tepat didepan rumah terdapat Sekolah Dasar Negri Tubin. Letak satu rumah dengan rumah yang lain bisa dibilang kurang begitu dekat. Ketika malam datang, suasana pedesaan sangat terasa, karena disamping-samping rumah bukan rumah tetangga yang ditemui tetapi lahan pepohonan atau tanaman-tanaman. Suara hewan-hewan khas malam hari pun juga masih terdengar riang.
Mbok Girah panggilan akrabnya. Orangtua kami selama berada di Tubin. Beliau tinggal sendiri, 2 anak laki-lakinya saat ini bertempat tinggal di Jakarta bersama istri dan anak. Pulang kerumah 1 tahun sekali. Beberapa kisah hidup yang beliau ceritakan pada kami menjadikan kami lebih hidup lagi karena sosok Wanita yang bagi saya ini pasti sulit untuk beberapa orang yang mengalaminya. Mbok Girah dahulu pernah menjadi seorang Tenaga Kerja Indonesia di Saudi Arabia. Kontrak kerja selama 3 tahun. Selang beberapa tahun beliau berada di Arab, suami tercinta harus dipanggil Allah terlebih dahulu karena sedang menderita sakit. Hal yang paling membuat Mbok Girah sedih pada saat itu karena beliau tidak bisa pulang untuk melihat sosok suami untuk terakhir kalinya dikarenakan terikat kontrak kerja. Diusia yang masih berkepala 30, Mbok Girah harus melewati dan melanjutkan hidup tanpa suami. Tapi itu tidak membuat beliau patah semangat untuk membesarkan anak-anaknya sampai sekarang yang sudah sukses dan berhasil. Beliau yakin disetiap cobaan pasti akan datang hikmah yang membuat suatu keadaan menjadi baik. Sampai saat ini beliau sudah mempunyai cucu, beliau belum menikah lagi dan masih setia dengan suami yang selalu beliau panjatkan doa disetiap sujudnya. Semoga ketika saya dan teman-teman meninggalkan rumah Mbok Girah, beliau tetap sehat-sehat terus dan selalu diberi keberkahan bersama orang-orang disekitarnya. Amin.
Relasi Baru
Jujur, sebelumnya saya belum pernah melihat benda serupa. Cantik, lucu, menarik, unik. Haha Namanya Kartunama, kartu nama yang didesain lengkap dengan huruf Braille ini sangat menarik perhatian saya, yaitu dua teman baru saya yang mempunyai kartu nama dilengkapi Huruf Braille, Namanya Ratna Fitriani atau yang akrab dipanggil Pipit. Beliau seorang Gender & Inclusion Manager di KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) yang berpusat di Jakarta. Organisasi ini diprakarsai dari Asia Foundation yang memberikan dana dan layanan untuk masyarakat di Indonesia. Kantor pelayanan berada di Jalan Diponegoro No. 72 Jakarta 10320. Phone +6287889595896. Email ratna.fitriani@kompak.or.id. Yang kedua ada Mas Arizky Perdana Kusuma, S. Pd. Beliau seorang difabel netra juga seorang Guru SLB Darma Asih yang beralamatkan di Jl. Mayjen Haryono No. 56, Kraksaan, Probolinggo 67282. Telp 0335841833. Email perdana.qq@gmail.com .
Dari beberapa stand yang saya temui ini yang dari pertama saya cari yaitu organisasi atau yayasan yang menanungi anak-anak dengan autisme. Berkenalan dengan mba Agnes Widha Th., SE seorang Perintis Jakarta Ramah Autisme tahun 2013. Handphone 081915356962, email agneswida.aw@gmail.com , juga lengkap dengan Pusat Layanan Autisme Jakarta (PLAJ) yang beralamat di Raya Bina Marga No. 79 Cipayung Jakarta Timur 13840. Telp 021-22853827. Email perintis105@gmail.com atau website www.mpati.or.id . mba agnes saat ini sedang berjalan membangun yayasan MPATI yang  berada di Surakarta. Untuk menjaring relas lebih banyak lagi, sebelum saya meninggalkan stand beliau, beliau berkata untuk menghubungi jika ada agenda yang berkaitan dengan anak autis akan beliau beri kabar. J
Tidak mau berhenti disitu saat acara workshop Pendidikan inklusi saya juga dipertemukan dengan wanita-wanita hebat yang memiliki kapasitas dibidangnya yaitu Ibu Paini adalah Ketua Kubepenca / HWDI Bekasi dengan tagline mereka “Kami Bisa dan Kami Mampu dengan Keterbatasan yang Kami Miliki”. Beralamatkan  di Bojong Meteng Rt. 01, Rw. 02 No. 37 Jalan Ac Lengkeng Rawa Lumbu Kota Bekasi. Handphone 081383059609. Juga ada Ibu Sumarni, SE adalah seorang Talent Acquisition Specialist Regional Operation di Carrefour Head Office (PT. TRANS RETAIL INDONESIA). Beralamat di Jalan Lebak Bulus Raya No. 8 Jakarta Selatan, handphone 08129679595 email sumarni_sumarni@yahoo.com .
Dan satu lagi yaitu Mbak Berti dari PERSANI KUPANG. Kami sempat bertemu di beberapa agenda dan bertukar nomor handphone (082237930586) Beliau saat ini mengajar di sekolah inklusi di Kota Kupang. Banyak informasi yang kami saling tukarkan mengenai anak-anak berkebutuhan khusus. Baik yang beliau didik di Kota Kupang maupun yang saat ini saya hadapi di Kota Jogja. Beliau berpesan untuk saya agar bisa datang ke salah satu Kota di Nusa Tenggara Timur itu untuk juga sharing dengan anak-anak disana. Semoga disegerakan dan diaminkan untuk bisa kesana ya Mba J

KAWAN SEPERJUANGAN












Ilmu dan Relasi, dua hal yang akan selalu menjadi salah diantara tujuan manusia dalam menjalani kehidupan. Karena tidak bisa dipungkiri lagi, kedua hal tersebut yang akan selalu kita pegang dalam menambah kapasitas diri. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menyeimbangkan ked

Keep Hamasah !!
Salam Inklusi. Muda Bersinergi, Berkarya Menginklusi.

Kulon Progo, 27 Agustus 2016
Nony Dias Frimana
(Braille’iant Indonesia)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

kekuatan batin :D

Antara Kepo dan Ta'aruf